KEDIRI – Sedikitnya 800 petani asal Desa/ Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, berunjuk rasa menolak praktik penambangan liar (galian golongan C) yang dilakukan PT. Mangli Dian Perkasa (PT. MDP), Rabu (21/8/2024).
Para petani juga menolak pengajuan permohonan (perpanjangan) Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut, lantaran izin HGU diketahui telah mati (tidak berlaku) sejak akhir Desember 2020 lalu.
Pengunjuk rasa yang menamakan diri Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia (Gema PS Indonesia) itu, berjalan kaki dari rumah masing-masing menuju area yang digugatnya, yakni lahan yang berada di Dusun Mangli.
Mereka mengusung berbagai poster bertuliskan nada antagonis, yang salah satunya berbunyi “Jual Belimu Tanah HGU Tidak Ada Izin Menteri/ Ilegal”.
Ketua paguyuban petani sekaligus koordinator unjuk rasa, Jihad Kusumawan, sepanjang jalan meneriakkan perlawanan terhadap kesewenang-wenangan pengusaha.
“Ini namanya penindasan dan pembohongan terhadap para petani. Rakyat miskin. Izin HGU PT. MDP sudah mati. Berarti tidak berlaku. Dengan begitu PT. MDP sudah tidak punya hak mengelola tanah rakyat,” teriak Jihad Kusumawan dari loudspeakernya.
Dikatakan Jihad Kusumawan, dia dan ratusan petani yang dipimpinnya berharap bisa mengerjakan lahan bekas HGU PT. MDP tersebut. Hal itu dimaksudkan, harapnya, agar para petani miskin bisa mendapatkan mata pencaharian untuk menghidupi keluarganya.
Menurut Jihad Kusumawan, persoalan semakin runyam, lantaran PT. MDP yang berkedudukan di Kabupaten Tulung Agung dan sudah tidak berhak mengelola lahan itu, ternyata malah menyewakan tanah tersebut kepada pihak ketiga, yakni PT. Karunia Rejeki Abadi (PT. KRA).
Hak Guna Usaha atas lahan di Dusun Mangli yang pernah resmi dikantongi PT. MDP, menurut Jihad Kusumawan, awalnya (tahun 2000) diperuntukkan sebagai usaha perkebunan kopi.
Namun belakangan, akhir tahun 2020, sambung Jihad Kusumawan, oleh PT. MDP yang tidak berwenang lagi atas tanah tersebut, malah disewakan seluas 75 hektar kepada PT. KRA. Celakanya, PT. KRA tidak melanjutkan usaha sebagaimana izin awal, yakni perkebunan kopi, melainkan justru dilakukan eksploitasi galian C.
“Oleh PT. KRA lahan tersebut ternyata malah digunakan sebagai galian C. Barang tentu praktik galian tanah itu tidak berizin. Atau menyalahgunakan izin. Yakni izin perkebunan tapi digunakan untuk galian tanah. Bagaimana ini,” jelas Jihad Kusumawan geram.
Lebih jauh ditekankan Jihad Kusumawan, jika saat ini PT. MDP mengajukan izin perpanjangan HGU itu sudah sangat kedaluwarsa. Sebab, kejar Jihad Kusumawan, perpanjangan izin HGU harusnya dilakukan pengusaha dua tahun sebelum masa HGU habis, yakni tahun 2018 dimana masa akhir izin HGU tahun 2020.
Para petani pengunjuk rasa sepakat akan menuntut secara hukum, jika pihak PT. MDP dan PT. KRA tetap nekat dan ngotot melakukan pekerjaan bukan menjadi haknya.
Usai menyampaikan aspirasi tanpa diketahui petinggi kedua perusahaan yang diprotesnya, para petani pulang membubarkan diri dengan tertib.
Hingga berita ini diturunkan, pengelola kedua perusahaan, PT. MDP dan PT. KRA belum bisa dikonfirmasi. (fin)