Majalengka,Poskota.TV– Minggu pagi (17/8/2025), Lapangan GGM Majalengka berubah menjadi lautan merah putih. Ribuan pasang mata menatap khidmat ketika Bupati Majalengka, Eman Suherman, berdiri tegak di mimbar upacara. Di sampingnya, Wakil Bupati Dena Muhamad Ramdhan mendampingi dengan sikap penuh hormat.
Bukan hanya derap pasukan pengibar bendera atau nyanyian Indonesia Raya yang membuat suasana begitu menggetarkan. Namun juga pesan yang disampaikan Eman, yang mengajak warganya untuk melihat kemerdekaan bukan sekadar perayaan, melainkan perjuangan panjang yang masih berlanjut hingga hari ini.
“Delapan puluh tahun bangsa ini berdiri berkat pengorbanan para pahlawan. Tapi tugas kita belum selesai. Kita masih menghadapi ‘penjajahan baru’—kemiskinan, stunting, rendahnya kualitas pendidikan,” kata Eman dengan suara yang terdengar mantap.
Simbol Kemerdekaan di Tengah Tantangan
Majalengka belakangan mencatat prestasi ekonomi yang cukup membanggakan: pertumbuhan 6,83 persen, tertinggi di Jawa Barat. Namun angka-angka lain memunculkan wajah lain dari kabupaten ini: tingkat kemiskinan yang masih 10,82 persen, prevalensi stunting 18 persen, dan rata-rata lama sekolah hanya 7,53 tahun.
Di hadapan peserta upacara, Eman menegaskan bahwa tantangan itu sama beratnya dengan perjuangan melawan penjajah dulu. “Kemerdekaan bukan hanya bendera berkibar, tetapi tekad kita menghapus masalah-masalah itu bersama-sama,” ujarnya.
Spirit Langkung Sae
Di tingkat lokal, semangat kemerdekaan diwujudkan dalam berbagai program yang mereka sebut Langkung Sae. Ada gerakan ASN Berdhuha, Subuh Akbar, hingga GEBER Jumat. Program-program ini bukan sekadar agenda seremonial, melainkan wadah kebersamaan untuk memperkuat spiritualitas sekaligus kepedulian lingkungan.
“Gotong royong dan kepedulian sosial adalah napas kemerdekaan,” tambah Eman.
Antara Harapan dan Kenyataan
Upacara yang dihadiri jajaran pejabat daerah, Forkopimda, dan tokoh masyarakat itu ditutup dengan doa panjang. Di wajah para peserta, terutama mereka yang datang membawa anak-anak, ada rasa haru sekaligus harapan. Bahwa kemerdekaan tidak berhenti di lapangan upacara, melainkan harus hadir nyata di rumah-rumah warga, di meja makan yang cukup, dan di masa depan anak-anak mereka.
“Dirgahayu Republik Indonesia ke-80. Merdeka!” seru Eman, disambut pekik yang menggema dari ribuan suara.