Wamendagri Bima Arya Soroti Kritis Realisasi APBD Riau yang Tertinggal dari Rata-rata Nasional

Spread the love

POSKOTA.TV |  Pekanbaru  — Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyampaikan sorotan tajam terhadap rendahnya realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Provinsi Riau. Hal ini diungkapkan Bima Arya saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Evaluasi APBD Tahun Anggaran 2025 dan Pengendalian Inflasi di Kantor Gubernur Riau, Pekanbaru, Kamis (16/10).

​Meskipun memberikan apresiasi atas langkah efisiensi anggaran dan upaya penekanan laju inflasi yang agresif di Riau, Wamendagri secara khusus menyoroti angka serapan belanja daerah yang masih di bawah rata-rata nasional.

​Ketimpangan Realisasi Belanja Daerah

​Berdasarkan data Kemendagri per 30 September 2025, rata-rata realisasi belanja pemerintah provinsi, kabupaten/kota secara nasional mencapai 54,45 persen. Angka ini menunjukkan penurunan dari periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 57,2 persen per 30 September 2024.

​Namun, yang menjadi perhatian adalah Provinsi Riau sendiri mencatatkan realisasi belanja yang lebih rendah, yakni 52,98 persen, sedikit di bawah rata-rata nasional. “Pemerintah pusat akan menelaah lebih lanjut apabila realisasi belanja masih berada di bawah rata-rata nasional,” tegas Bima Arya.

​Ia menekankan bahwa percepatan realisasi APBD adalah kunci untuk menjaga perputaran ekonomi di daerah. Kemandekan dalam penyerapan anggaran berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi dan program pembangunan.

​Tiga Hambatan Utama Serapan Anggaran

​Wamendagri mengidentifikasi tiga faktor utama yang menyebabkan lambatnya serapan belanja daerah:

  1. ​Penetapan APBD yang tidak sesuai dengan ketentuan.
  2. ​Keterlambatan dalam penetapan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
  3. ​Hambatan signifikan pada proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ).

​Bima Arya mendesak semua kepala daerah di Riau untuk secara aktif dan mingguan memantau realisasi belanja, mengidentifikasi akar masalah, baik itu karena faktor fisik (force majeure), administrasi, atau hanya masalah pembayaran. “Percepatan penetapan PPK dan pelaksanaan PBJ adalah kunci penting,” ujarnya.

​Ancaman Inflasi dan Prioritas SPM

​Selain isu serapan anggaran, Bima Arya juga menyoroti upaya pengendalian inflasi. Meskipun Riau diapresiasi karena langkah cepat menekan laju inflasi yang sempat mencapai 5,08 persen—menjadi tertinggi kedua secara nasional—ia meminta agar Pemda tidak lengah. Upaya seperti operasi pasar murah, sidak pasar untuk mencegah penahanan barang, serta gerakan menanam harus dimasifkan.

​Di tengah kebijakan efisiensi, Kemendagri juga memberi catatan penting: Pemda Riau diminta memastikan pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) tidak terdampak. “Mendagri meminta kami untuk melakukan simulasi. Jangan sampai SPM itu terdampak,” jelas Bima Arya, menekankan perlunya koordinasi erat antara kepala daerah, Kemendagri, dan Kementerian Keuangan untuk mengantisipasi potensi dampak terhadap layanan dasar masyarakat.

​Di akhir rakor, Wamendagri berharap seluruh kabupaten/kota di Riau segera mengatasi hambatan serapan anggaran dan mencapai realisasi APBD di atas rata-rata nasional, serta menjadikan momentum ini untuk menata kembali APBD agar lebih efisien dan sehat.

Tinggalkan Balasan